Komentar :
I Wayan Musnarendra (14/05/2018 03:20)
Pura kahyangan jagat berdiri di Blitar. Arsitekturnya khas Jawa Timur. Padmasana-nya menggunakan dasar ular kobra, bukan naga. Selain sebagai tempat persembahyangan, pura ini memang dimaksudkan untuk menggali kembali kebudayaan Hindu di Jawa yang telah lama terkubur.
Pada saat Pujawali yang berlangsung saat Purnamaning sasih Ketiga, Alunan gamelan yang mengiringi gemulai tarian Jawa memberi nuansa lain. Kidung-kidung dalam bahasa Jawa yang mengiringi Rama Pandita, pemimpin upacara setempat, menguncarkan bait-bait mantra pengantar yadnya pun menumbuhkan kesan tersendiri. โNuansa religiusnya berbeda. Seperti masuk ke zaman Kerajaan Majapahit saja.
Begitulah, kesan budaya setempat memang sangat kuat tertangkap di Pura Penataran Prabha Bhuwana.
Sebagaimana halnya saat piodalan pura-pura di Bali, warga Hindu di Blitar pun menghaturkan sesajen berupa pajegan. Sesajen ini juga dirangkai tinggi tapi tingginya tak seatraktif yang biasa terlihat di Bali.
Beda lainnya, kalau di Bali pajegan dibuat dengan merangkai aneka buah hasil kebun atau hutan dan aneka kue, di Blitar yang dirangkai adalah hasil bumi asli setempat.ย Misalnya, tomat, pisang, ketimun, dan jambu. Kue-kuenya pun berbentuk asli lokal.ย
Uniknya, setiap usai persembahyangan, semua warga Hindu di sini tidak langsung meninggalkan pura, melainkan menunggu saatnya nyurud. Semua banten pajegan yang telah dihaturkan tadi, kemudian dilungsur bersama-sama. Di sini semuanya baur, paras-paros kalau istilah di Bali. Dengan demikian, nyama-braya Hindu di Blitar ini mewujudkan kebersamaan.
Pura Penataran Prabu Bhuwana disungsung oleh sekitar 350 kk (+/- 1000 orang) dari desa Kendalrejo dan sekitarnya.
Berikut di ulasan ini beberapa foto2 yang diambil saat berlangsungnya Tirta Yatra Warga Tempek Rawamangun ke Pura Penataran Praba Bhuana.๐๐๐