Search
Add Listing

About JurnalSajak

JurnalSajak is located at Jl. Anyelir No.16 Mekarsari Permai, Cimanggis, Jawa Barat, Indonesia 14652. They can be contacted via phone at 62 858 7846 0592, visit their website jurnalsajak.com for more detailed information.

JurnalSajak Khusus buat mereka yang cendikia dan bercita rasa

Tags

Description

Kini adalah zaman ketika puisi bisa ditemukan di mana-mana, sekaligus sulit ditemukan di mana pun. Di era internet facebook, twiter, blog, dan sebagainya, puisi bisa muncul dengan mudah di mana-mana. Di sana, orang bisa membaca karya penyair yang diinginkan dengan dengan cepat tanpa harus datang ke perpustakaan atau toko buku. Juga tanpa harus mengoleksi karyanya.

Ini adalah zaman ketika penyair bisa mengumumkan puisi baik hanya kepada orang-orang yang memang mereka inginkan, maupun bagi khalayak yang tak seluruhnya bisa diapresiasi pembaca langsung dikemukakan pada penyairnya. Sajak dan pembacanya tidak berjarak.

Ini adalah zaman ketika puisi justru kerap sulit ditemukan. Di antara banjir puisi, kerap orang sulit bertemu puisi. Ini memang sebuah paradoks. Banyak dan mudahnya puisi muncul di depan kita membuat kita tenggelam di tengah hingar-bingar puisi dan sulit bertemu secara pribadi dan intim dengan puisi.

Ini adalah zaman ketika media untuk memunculkan puisi terbuka luas dan tersedia di mana-mana. Di zaman semacam ini, apa perlunya media khusus dan terbatas untuk puisi? Ketika tempat menjadi sedemikian terbuka, luas, dan tak terbatas, sebuah kontradiksi muncul. Ia berjumpa dengan sebuah paradoks. Tempat terbuka, luas, dan tak terbatas justru menghadirkan kebutuhan akan sebuah tempat tertentu, intim, “terbatas”.

Saat kita berada di sebuah mall yang luas tempat segala barang terpapar di depan kita, kita justru memerlukan sebuah pojok, sebuah tempat terbatas dan intim untuk sekedar minum kopi atau teh. Jurnal Sajak, jurnal cetak bagi puisi, adalah sebuah tempat intim dan terbatas di tengah keterbatasan dan keluasan dunia maya. Ia adalah sebuah pojok, sebuah kedai kopi bagi pertemuan yang intim dan terbatas.

Jurnal Sajak dilahirkan untuk merayakan keterbukaan bersastra di dunia maya sekaligus mengambil jarak dan membangun ruang intim. Jika perpuisian di internet adalah sebuah mall. Jurnal Sajak adalah sebuah kedai kopi. Begitu banyak bakat, begitu banyak antusiasme, begitu banyak kegairahan dalam menulis puisi sebagaimana terlihat di dunia maya dalam berbagai bentuknya. Namun, begitu sedikit ruang intim untuk saling menandai dan berpartisipasi. Maka, jika perpuisian di internet menjadi penting karena ia tidak terbatas, Jurnal Sajak membatasi diri hanya dan hanya untuk sajak dan persajakan.

Sajak alias puisi menjadi satu-satunya yang terpenting dalam Jurnal Sajak. Nama penyair —senior atau junior, berpengalaman atau baru coba-coba, profesional atau amatir— sama sekali tidak penting bagi kami. Satu-satunya yang penting adalah mutu karya itu sendiri.

Banyak penulis pemula mengeluh karya mereka tidak diapresiasi karena belum punya nama. Beberapa penulis senior mengeluh karena justru nama mereka yang membuat mereka sulit menerbitkan karya-karya mereka. Ada sejumlah nama yang karya-karyanya mendapatkan apresiasi berlebihan, dan ada sejumlah nama yang merasa karyanya terpinggirkan. Kita tidak tahu kebenaran semua ini. Namun, keluhan itu bagaimanapun perlu ditengerai dan beroleh perhatian.

Jurnal Sajak memilih karya-karya untuk dimuat sama sekali tanpa mengindahkan nama penulisnya. Secara teknis, dalam proses seleksi puisi (Indonesia), redaksi akan memilih puisi tanpa mengenal nama penyairnya. Seorang registrar akan menyampaikan seluruh puisi yang masuk ke Jurnal Sajak tanpa nama penulisnya kepada redaktur.

Setelah para redaktur bersidang memilih puisi-puisi yang lolos untuk terbit dalam Jurnal Sajak, puisi yang lolos dikembalikan ke registrar. Registrar akan mengembalikan nama yang disandang penulis atau penyairnya. Puisi akan bersaing sesama puisi secara demokratis tanpa “dukungan” penyairnya.

Tentu mekanisme semacam ini cukup merepotkan. Namun risiko itu kami ambil secara sadar demi puisi. Nama-nama besar dalam perpuisian Indonesia akan tetap terpelihara di sana di dalam khasanah sastra Indonesia, namun para pemula setidaknya mendapat tempat untuk diperlakukan sama.

Jurnal Sajak tidak mengukuhi suatu madzhab puisi tertentu. Segala bentuk puisi, konvensional maupun eksprimental, tertib maupun menggila, mendapat peluang dan kehormatan yang sama. Puisi yang masuk ke meja redaksi, dipilih tanpa mempertimbangkan tema, nama, kecenderungan estetik, maupun muatannya. Ia dipilih sepenuhnya berdasar mutu dan pencapaiannya.

Hal ini berbeda dengan karya-karya dari mancanegara. Setiap terbitan Jurnal Sajak akan menampilkan sajak maupun esai penyair/penulis dari mancanegara sesuai dengan tema yang dipilih. Pada edisi perdana, karya para penyair perempuan terkemuka lah yang mengisi sajak-sajak mancanegara. Demikian pula pada edisi-edisi berikutnya. Para penyair mancanegara dipilih sesuai dengan tema Junral Sajak. Hal ini dimaksudkan untuk memperkaya kita semua agar pembaca perpuisian Indonesia juga bersilaturahmi dengan perpuisian dunia.

***

Kalau kami menyebut Jurnal Sajak adalah media terbatas, itu tidak berarti kami bermaksud membatasi diri. Tentu saja kami terbuka bagi kalangan apa pun, penyair mana pun, jenis puisi apa pun, pemikiran apa pun tentang puisi, dan lain sebagainya. Satu-satunya yang membatasi kami adalah mutu, sebab kami ingin memberikan yang terbaik pada Anda sekalian, juga bagi khasanah puisi Indonesia modern.

Dalam arti itu, Jurnal Sajak merupakan majelis terhormat bagi puisi. Inilah majelis tempat puisi bersilaturahmi secara intim dengan khalayaknya, saling berbisik, bertukar pikiran, bersenda gurau, menyanyi, atau merenung dalam diam, untuk mencari kedalaman demi kedalaman dan kebaruan demi kebaruan. Tentu saja puisi merupakan alat kita mencari kedalaman dan kebaruan, yakni kedalaman yang menggugah dan kebaruan yang menyegarkan. Mungkin puisi tidak mencapai kedua-duanya, tapi puisi yang baik bagaimana pun akan menggugah, menyentuh, dan menyegarkan.

Banyak pihak telah mendukung dan membantu terbitnya jurnal ini, yang tak mungkin kami sebutkan seluruhnya. Bahkan beberapa sastrawan terlibat langsung dalam menyiapkan edisi perdana ini. Ingin kami sebut: Dorethea Rosa Herliany, Gus tf, dan Joni Ariadinata. Kepada mereka semua, kami sampaikan terima kasih sedalam-dalamnya.

Karena Jurnal Sajak merupakan media terbatas, maka ia harus sampai kepada, dan dibaca oleh orang-orang yang “tepat”. Sekali lagi: dibaca oleh orang-orang yang “tepat” —dan itu kiranya adalah arti penting jurnal ini.

Dan, orang yang “tepat” itu adalah Anda. Ya, Anda yang sedang membaca Jurnal Sajak ini.

Jamal D. Rahman.

Map

Item Reviews - 5

Anynomous

"

Kunjungi web kami www.JurnalSajak.com

"

24 May 2016

Anynomous

"

#SegeraTerbit Indonesia di Mata Sastra, Agus R. Sarjono

"

21 April 2016

Anynomous

"

Kepada Penyair Muda

1. Sebelum tintamu menajdi darah, kata-kata Akan tetap sebagai bunyi, kebisingan lain... Di tengah hingar bingar dunia: Deru mobil Guntur meriam dan gunjing murah koran got.

Kau meniup suling tapi kau sendirilah sulingnya : Itulah nasibmu. Kepenyairan adalah ziarah Tanpa peta, pelayaran tanpa bintang Padahal dunia menawarkan begitu banyak jalan.

Berhentilah menulis kalau kau tak rela hidupmu Jadi sajen di candi dewata yang tak dikenal Menulislah kalau kau yakin sajakmu menjadi sepi : Keheningan pertama saat roh memandang dirinya.

See More "

10 April 2016

Anynomous

"

Edisi : JurnalSajak No. 7 Tahun 2013 Tema : Alam Puisi, Puisi Alam Penulis : The 1st Sunthorn Phu Award Laurates Awang Haji Hashim (Brunei Darussalam), Venson (Cambodia), Agus R. Sardjono (Indonesia), Dara Kanlagna (Laos), Zurinah Hassan (Malaysia), Usaw Lwin (Myanmar), Merlie M. Alunas (Philippines), Edwin N. Thumboo (Singapore), Naowarat Pongpaiboon (Thailand), Tand Dang Khoa (Vietnam) ISSN : 2088-3455... Penerbit : PT Jurnal Sajak Indonesia Halaman: 160 halaman

See More "

07 April 2016

Anynomous

"

Perpuisian Indonesia pada dasarnya tidak kelewat banyak bergaul dengan teori-teori, baik teori humor maupun bukan. Meski begitu, puisi-puisi Inodonesia cenderung serius, tegang, berkerut dahi, dan miskin humor. Bukan hanya itu, bahkan hampir semua fenomena sastra dilihat dan ditanggapi dengan serba tegang tanpa sedikit ruang pun bagi ironi. | dikutip dari editorial Jurnal Sajak 12// www.JurnalSajak.com |

"

04 April 2016

Add Reviews & Rate item

Your rating for this listing :